Kalau hanya bagi-bagi buku, mereka tidak akan baca. Pendekatannya harus diubah. Lewat cerita, membandingkan dengan negara maju, dan lainnya, salah satu pendekatan kreatif yang dinilai lebih efektif yaitu melalui lomba lagu bertema kebangsaan, serta p
Manokwari (ANTARA) - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia menilai metode sosialisasi Empat Pilar perlu pembaruan agar lebih adaptif terhadap perkembangan teknologi dan pola konsumsi informasi generasi milenial serta Gen Z.
Anggota MPR RI Abraham Paul Liyanto di Manokwari, Papua Barat, Kamis, mengatakan kemajuan teknologi dan kecerdasan buatan memudahkan generasi muda mengakses informasi, sehingga edukasi kebangsaan perlu dilakukan secara kreatif.
“Tanpa dijelaskan generasi muda bisa buka AI. Tetapi, pengalaman dan cerita sejarah tidak dapat digantikan. Itu yang harus kita hidupkan kembali,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, jajaran MPR sedang melakukan evaluasi efektivitas metode sosialisasi Empat Pilar, termasuk berkolaborasi dengan media nasional untuk menilai pelaksanaan selama tahun berjalan.
Penyampaian materi serta penyebarluasan informasi kebangsaan tidak lagi cukup dengan menggunakan metode tradisional seperti pembagian buku fisik, namun sudah semestinya bertransformasi.
"Kalau hanya bagi-bagi buku, mereka tidak akan baca. Pendekatannya harus diubah. Lewat cerita, membandingkan dengan negara maju, dan lainnya," ucap Paul.
Menurut dia, salah satu pendekatan kreatif yang dinilai lebih efektif yaitu melalui lomba lagu bertema kebangsaan, serta pemanfaatan popularitas lagu daerah yang kini semakin dikenal luas oleh generasi muda.
Perubahan kemasan edukasi kebangsaan dan penguatan ideologi harus mengakomodasi keinginan publik, seperti menggunakan musik yang mampu membangkitkan semangat nasionalisme secara emosional.
"Yang harus diperbaiki itu sistemnya, dan itu tugas MPR. Setiap perubahan yang dilakukan harus mendengar keinginan rakyat," kata Paul.
Ke depan, dirinya berharap agar konsep sosialisasi kebangsaan melibatkan generasi muda melalui pelatihan training of trainers (TOT) dari jenjang pendidikan dasar, menengah, hingga lembaga pendidikan tinggi.
"Kami berupaya untuk terus mengembangkan metode agar pesan kebangsaan diterima generasi saat ini," ucap Paul.
Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Filep Wamafma menilai, arus informasi global yang semakin terbuka luas dapat memengaruhi karakter generasi muda apabila tidak dibantengi dengan wawasan kebangsaan.
Internalisasi nilai-nilai Pancasila, ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kemajemukan, dan keadilan sosial merupakan hal yang sangat penting untuk memperkuat cara pandang generasi muda di masa mendatang.
"Karena manusia membutuhkan nilai kehidupan, nilai kebangsaan, dan nilai ideologi sebagai dasar berpikir,” ujarnya.
Filep menjelaskan setiap anggota MPR atau DPD biasanya memperoleh alokasi minimal enam kegiatan Empat Pilar dalam setahun, namun saat ini masih menunggu pembagian resmi sesuai masa sidang.
“Kalau ada kesempatan, saya ingin menyasar lebih banyak kampus agar pemahaman ideologi Pancasila semakin kuat," kata Filep yang juga menjabat sebagai Ketua STIH Manokwari.