TRIBUNJATENG.COM, SURABAYA - Polda Jatim memeriksa 17 orang saksi dalam proses penyelidikan peristiwa robohnya musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo.

Selain dari kelompok santri dan pengurus ponpes, juga dari tim ahli konstruksi dan bangunan maupun ahli pidana untuk menentukan unsur pidana dalam peristiwa tersebut. 

"Sampai hari ini 17 yang diperiksa, nanti bisa berkembang," kata Kapolda Jatim, Irjen Pol Nanang Avianto, Rabu (8/10/2025) sore. 

Hasil pemeriksaan awal dalam penyelidikan, menurut dia, akan dibawa dalam gelar perkara.

"Dalam gelar akan ditentukan status hukum dari penyelidikan ke penyidikan," ujarnya. 

Polda Jatim telah membantuk tim khusus untuk menangani laporan tersebut dari unsur Direktorat Reserse Kriminal Khusus dan Direktorat Reserse Kriminal Khusus, serta dari Polres Sidoarjo.

Bangunan lantai 4 musala Pondok Pesantren Al Khoziny di Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk, pada Senin (29/9/2025) sore. 

Basarnas mencatat, peristiwa tersebut mengakibatkan 171 korban.

Sebanyak 104 orang selamat, dan 67 orang sisanya meninggal dunia.

Tim SAR Gabungan berhasil mengevakuasi semua korban pada hari ke-9 operasi SAR. 

Sampai Selasa (7/10/2025) malam, baru 34 jenazah yang berhasil diidentifikasi.

Tim Disaster Victim Identification (DVI) gabungan bekerja 24 jam di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Jatim untuk melakukan identifikasi semua korban meninggal dunia.

Sampel DNA

Tim DVI Polda Jatim mengirimkan 14 sampel DNA terakhir korban ambruknya bangunan Pondok Ponpes Al Khoziny ke Laboratorium Mabes Polri di Jakarta.

“Khusus hari ini (Rabu kemarin—Red), tadi pagi ada 14 sampel DNA korban, dan itu terakhir. Mudah-mudahan tidak ada lagi kiriman dari Sidoarjo,” ujar Kabiddokkes Polda Jawa Timur, Kombes Pol M Khusnan Marzuki, di RS Bhayangkara, Surabaya, Rabu. 

Khusnan memastikan, proses identifikasi berjalan lancar tanpa kendala berarti.

Tim DVI, kata dia, bekerja sesuai standar internasional untuk memastikan setiap jenazah korban teridentifikasi secara valid dan ilmiah. 

Proses identifikasi dilakukan dengan mencocokkan data antemortem dan post mortem, termasuk melalui data primer, seperti gigi dan rambut, serta data sekunder seperti pakaian dan barang pribadi.

“Tes DNA juga dilakukan untuk memastikan hasilnya akurat,” tambahnya. (Kompas.com) 

 

Contact to : [email protected]


Privacy Agreement

Copyright © boyuanhulian 2020 - 2023. All Right Reserved.